Mempawah, Kalimantan Barat | 20 Agustus 2025 – Dewanusantaranews.com – Sidang Peninjauan Kembali (PK) perkara tanah di Parit Derabak, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Mempawah, Rabu (20/8). Agenda persidangan kedua yang dipimpin Wakil Ketua PN Mempawah, Praditia Danindra, SH, MH, menghadirkan bukti tambahan dari pihak Pemohon PK yang mengungkap dugaan serius adanya pemalsuan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas nama Madiri tertanggal 26 April 2022.
Kuasa hukum Pemohon PK, Yandi L, SH, menilai BAP tersebut tidak sah alias cacat hukum. Dalam sidang, ia menyerahkan tujuh bukti tambahan yang memperkuat adanya kekhilafan atau kekeliruan nyata dalam putusan pengadilan sebelumnya. Salah satu bukti kunci adalah rekaman persidangan tanggal 9 Januari 2025 yang memperdengarkan keterangan saksi verbalisan Ipda RDK.
Dalam rekaman, Ipda Rdk menyebut BAP korban MDR sudah sesuai format Peraturan Kabareskrim (Perkaba) terbaru tahun 2022. Namun, fakta menunjukkan Perkaba yang dimaksud baru diterbitkan 27 Desember 2022 dan disahkan 28 Februari 2023, atau delapan bulan setelah BAP tanggal 26 April 2022 dibuat.
“Bagaimana mungkin BAP yang dibuat April 2022 disebut sesuai format Perkaba yang baru lahir Desember 2022? Ini membuktikan kesaksian yang diberikan di persidangan tidak benar,” tegas Yandi.
Bukti lain juga memperlihatkan manipulasi status jabatan korban. Rekaman kesaksian saksi verbalisan Aipda PT menyebut bahwa pada 2022, ketua RT Parit Derabak adalah Moh. ND, bukan MDR sebagaimana tertuang dalam BAP. Fakta ini semakin menguatkan dugaan adanya manipulasi isi BAP.
“BAP ini bermasalah, mulai dari tanda tangan, isi, hingga formatnya. Konsekuensinya, semua produk hukum yang mendasari BAP tersebut, baik dakwaan jaksa maupun putusan hakim, menjadi cacat hukum,” ujar Yandi.
Sidang kali ini juga diwarnai kejadian tak lazim. Pihak Termohon PK, yakni Jaksa Penuntut Umum, diwakili oleh jaksa lain yang namanya tidak tercantum sebagai Termohon PK. Saat diminta menunjukkan surat penunjukan resmi (legal standing), jaksa tersebut mengaku dokumen berada di kantor dan meminta waktu 30 menit untuk mengambilnya. Namun, setelah sidang diskors lebih dari setengah jam, jaksa tersebut tak kunjung kembali. Sidang pun dilanjutkan tanpa kehadiran pihak Termohon PK.












